Funky,
adalah istilah 'wajib' bagi remaja yang mengaku gila gaul. Bukan apa-apa,
sebutan funky dan cool memang terdengar akrab dalam bahasa pergaulan remaja.
Seolah-olah bila remaja nggak ngomong funky atawa cool, dijamin bisa dicap
sebagai remaja kuper bin norak.
Tak
heran bila kemudian banyak teman-teman remaja buru-buru tampil funky hanya
untuk disebut gaul. Mulai soal dandanan sampai soal musik. Gaya rambut yang
dicat warna-warni kayak pelangi, atau dipermak mirip durian, atawa gaya rambut
yang 'disulap' seperti topi Romawi. Itu baru gaya rambut, belum lagi pakaian.
Jaket hitam yang ketat dari kulit buaya (semoga yang pake' bukan buaya darat,
heee .), celana jins super sempit kayak penyanyi rock Kelvits yang bangga
disebut dirinya funky , atau celana cutbray yang bikin penampilan seksi mirip
Elvis kesemuanya identitas gaya gaul remaja sekarang. Belum lagi aksesoris
lainnya. Kuping ditindik, bahkan hidung, pun ada yang nekat ditindik pula,
hiasan rantai yang gede-gede juga ikut nimbrung.
Nggak
hanya itu saudara-saudara, tatto juga sering menghiasi tubuh anak funky.
Macam-macam model tattonya, dari yang 'lucu' sampai yang 'serem'. Dari gambar
pemandangan (idih, emangnya ada?) sampai gambar tengkorak, tapi tengkorak ikan
(hi..hi..hi..). Itu sih bukan serem, tapi lucu, menggelikan lagi. Nah, gaya
remaja model begini nih, kamu bisa temui di mal atawa tempat ngeceng yang
memang dijejali remaja. Khusus di daerah lahirnya bonek ini bisa kamu temui di
daerah Basuki Rahmat.
Di
sana, berbagai gaya funky bisa kamu liat. Dari mulai yang modis sampai yang
keranjingan abis. Tapi memang bukan soal enak dipandang atau tidak, yang jelas,
gaya funky itu memang warisan budaya Barat yang berbahaya dan rusak. Untuk itu
kamu kudu tahu, bagaimana sih sejarah lahirnya budaya funky yang sebenarnya
kontradiksi dengan Islam itu. Nah simak dech, paparan di bawah ini.
Funky,
Apaan Tuh?
Dalam
dunia gaya, banyak terjadi pembalikan makna. Kata funky arti sebenarnya adalah
busuk, kemudian mengalami pergeseran makna menjadi makna seolah
"positif". Mendengar istilah fungky, terlintas kita akan salah satu
jenis irama musik. Ya, seperti irama yang dibawakan James Brown atau kelompok
Sly & The Family Stone di tahun 1965 - 1970-an. Kamu pasti nggak terlalu
kenal ama arti satu itu?, iya soalnya mereka ada di jaman bokap and nyokap kita
lagi remaja.
Nah,
menyimak sejarah dunia entartaiment, gaya busana dan musik khususnya, memang
punya kaitan erat yang saling mempengaruhi, termasuk aspek-aspek ipoleksosbud
yang melatarbelakanginya (taela, kayak pelajaran PPKn, ya). Kita lihat misalnya
'ideologi' anarchy yang dianut salah satu aliran gaya punk yang terkenal
melalui sosok Johnny Rotten dari Sex Pistol. Atau Ente juga bisa lihat
'ideologi' kaum gay melalui kelompok aliran gaya busana Glam dengan irama glam
rock melalui sosok David Bowie dan Gary Gliter. Atau 'ideologi' lingkungan dan
perdamaian yang dipropagandakan kelompok Hippy melalui The Grateful Dead,
CSN&Y (Crosby, Stills, Nash, Young), Frank Zappa, dan Joan Baez dengan
irama musik psychedelic maupun Folk.
Well,
itu fakta masa lalu, bagi generasi sekarang, mungkin lebih mengenal gaya rambut
dreadlock (gimbal) yang dipopulerkan aliran gaya rastafarian melalui tokoh Bob
Marley dengan irama reggae. Atau gaya B-boy dan Flygirls serta Gangsta melalui
irama musik Rap, kalau di Indonesia kamu bisa dapetin di kelompoknya HJ
(harapan jaya)
Achmad
Haldani D, staf pengajar Program Studi Kria Tekstil Fakultas Seni Rupa dan
Desain Institut Teknologi Bandung terhadap kasus tersebut, menyebutnya sebagai
suatu kenyataan sejarah, gaya-gaya busana yang muncul di Barat amat kental
dengan sisi perjuangan subkultur anak muda terhadap berbagai masalah yang penuh
gejolak. Free sex, drugs, eS-eS (bukan eS krim, lho), rasisme, hujatan terhadap
orangtua, memuja setan, tripping dan lain-lain, adalah sebagai bukti empirik
ekspresi 'ideologi' yang terkadang bagi sekelompok orang sulit diterima akal
sehat, sehingga banyak di antaranya dikritik, disisihkan, atau bahkan
dikucilkan masyarakat.
'Ideologi'
yang mereka anut pun amat beragam, dan sarat dengan cara pandang mereka
terhadap suatu nilai dan harapan. Harapan dengan tidak meninggalkan ide masa
lalu, masa kini, maupun masa mendatang. Untuk mengkomunikasikan sekaligus
mengangkat eksistensi dan prestis, setiap gerakan butuh akan representasi,
simbol, atau media visualisasi lain yang otentik dan khas, bahkan jika perlu
ekstrim dan radikal (wah-wah-wah.. serem juga nich). Karena itu, nggak salah
bila kita amat mengenal beberapa media dan bahasa simbol mereka seperti dalam
gaya berpakaian, gaya berdandan (tatto, cat rambut, rias wajah, tindik, peniti,
rantai, logo nazi, tengkorak dan lain-lain), juga gaya berbicara, gaya
berjalan, gaya menari, peristilahan, sastra (sajak, novel, lirik lagu), gaya
hidup, merek pakaian, merek motor dan sebagainya. Wah, ternyata banyak juga
ragamnya, ya? Nah, mereka inilah yang disebut oleh dunia fashion sebagai
fenomena gaya jalanan (street style).
Masih
menurut Haldani D, funky merupakan kata sifat dari kata dasar funk yang berarti
(bau) busuk atau stinky. Nah lho, negerinya grandong ini ada grup musik dengan
pake dua nama tadi, tebak sendiri aja lah. Seperti halnya pemutar-balikan makna
bad (baca: jelek, buruk atas sesuatu hal) menjadi cool (baca; keren atas
sesuatu hal tadi) yang muncul di era gaya ini, istilah funk juga mengalami
pergeseran makna (seolah bagi kalangan mereka) positif, yaitu semerbak wangi.
Mengapa? Di tengah suasana yang serba tidak menyenangkan (tertekan, miskin,
muram, kumuh, yang berhubungan dengan makna harfiah funk) mereka justru
mengekspresikannya dalam bentuk atau selera yang justru berlawanan, seperti
memainkan, menari,dan mendengarkan musik yang berirama menyenangkan, gembira,
beat yang tegas, serta erotik. Ditambah cara berpakaian yang juga menyenangkan
seperti berkesan seksi dan gemerlap. Wuah, 'syerem' juga ya?
Brur,
ekspresi ini sungguh dinilai amat berlawanan dengan ekspresi kelompok menengah
kulit putih yang pada saat bersamaan (pada masa itu) justru sedang keranjingan
gaya hidup Hippy yang cenderung anti-materialistis seperti terlihat dari gaya
berpakaian dan berdandan mirip gembel atau pengembara miskin. Sekarang, gaya
model begini, kamu bisa temukan juga dengan mudah di negeri ini. Karena motif
'ideologinya' berbeda, yaitu ingin keluar dari himpitan atau kesan kemiskinan
perkampungan ghetto, kelompok funk ini jelas ingin tampil dan terlihat cool
dengan bergaya serba gemerlap dan berkesan mahal. Jadi, di antara musisi jazz
dan orang negro Amerika, istilah funk menjadi suatu yang bercitra positif dan
kental dengan aroma kesenangan seksual.
Secara
lebih luas di antara tahun 1950 sampai 1970-an gaya funk berhubungan dengan
kekuatan atau daya erotik dan gairah seksual. Sementara kata sifat funky
diterapkan pada suatu yang berkaitan dengan black music hingga ke soul food.
Sedangkan di bidang gaya berpakaian dan cara berdandan, penerapan istilah
fungky merujuk pada suatu gaya yang lahir di awal tahun 1970-an yang disebut
Pimp Look (pimp =germo/mucikari) yang muncul di sekitar perkampungan kumuh orang
kulit hitam (ghetto) Amerika.
Gaya
ini kira-kira serupa dengan gaya yang ditampilkan para germo dan pekerja
jalanan lainnya dalam 'memamerkan' angan-angan kesuksesan dan kemakmuran
mereka. Para ahli juga mensinyalir adanya kaitan logis gaya funky dengan gaya
Zooties di era 1940-an yang juga berawal dari kalangan yang secara materi serba
kekurangan. Gaya funky dapat kita 'kenang' antara lain peninggalan karakternya
yang khas seperti gaya rambut AFRO (kribo), kacamata dragon fly (bulat dan
besar), bahan kulit yang lembut dan tebal (suede), topi model pimpmobile atau
voluminous hunting cap, celana cutbray dan sepatu dengan model hak tinggi
(sekitar 12 cm).
Gaya
funky juga bisa ditemukan dalam film laga Shaft yang dibintangi Richard
Roundtree di tahun 1971 (Pasti kamu masih dalam kandungan bundamu), malah
muncul gaya funky yang dieksploitasi, yang diistilahkan dengan kata sindiran,
blaxplotation. Wah, ternyata memang gaya funky itu kental dengan nuansa
peradaban Barat, ya? Iya, dong, soalnya Islam nggak mengajarkan budaya model
begitu.
Islami
Vs Funky
Oke
sobat, setelah udah pada tahu latar belakang gaya funky, tentu saja sebagai
seorang muslim kita wajib tahu pula pandangan Islam seputar masalah tersebut.
Bukan apa-apa, bahwa sebagai seorang muslim wajib terikat dengan aturan-aturan
Islam. Nggak boleh sedikit pun perbuatan yang kita lakukan diluar aturan Islam.
Termasuk dalam soal gaya hidup ini. Tingkah laku kita dalam berpakaian,
bergaul, dan berbuat harus selalu disandarkan pada aturan Islam. Mutlak, lho.
Nggak bisa ditawar-tawar lagi. Seperti sekarang teman-teman remaja lagi
kegila-gilaan niru gaya funky, maka itu harus kita 'tanyakan' kepada Islam,
boleh apa nggak berdandan model gitu?.
Nah,
berkaitan dengan gaya funky ini, Islam punya pandangan, Brur, bahwa budaya
tersebut sangat bertentangan dengan aturan dan hukum-hukum Islam. Gimana nggak,
gaya funky yang kerap diekspresikan lewat dandanan, tingkah laku, dan gaya
hidup itu "nothing" dalam Islam. Tentu itu bila dilihat dari lahirnya
budaya bejat tersebut. Dalam soal berpakaian, Islam sudah mengatur, bahwa
pakaian yang dikenakan tersebut wajib menutup aurat. Firman Allah SWT yang
artinya : "Hai anak Adam, Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk
menutup aurat kamu dan pakaian indah untuk perhiasan." (al-A'raaf: 26).
Tapi
bagaimana dengan anak funky?, rambutnya aja kayak sarang burung walet begitu.
Dicat warna-warni, dipermak seperti durian, atau malah yang lebih serem lagi
rambutnya 'disulap' seperti topi tentara Romawi, tahu kan? Yes, potongannya
rada mirip rambut ala si BA di film The A Team, Lebih jelasnya, bila kamu
pernah lihat film Gladiator, kayaknya bisa kebayang deh bagaimana 'rupa' topi
Romawi itu.
Belum
lagi pakaiannya yang amburadul banget, malah dalam keadaan tertentu ditemukan pula
gaya pakaian 'kaum' funky yang sulit membedakan mana cowok dan mana cewek.
Huhui ih, gawat juga ya? Bingung juga memang, kalo ada anak cowok yang
mempermak wajahnya dengan kosmetik dan lebih mirip anak cewek, lalu aksesoris
yang biasa dikenakan anak cewek seperti anting, eh, dipakai pula oleh anak
cowok, udah gitu rambutnya panjang lagi, kan berabe, iya nggak? Salah-salah
malah ketuker manggil. Padahal, gaya funky model begini bisa menjerumuskan
kepada larangan menyerupai lawan jenis. Laki-laki terlarang berpenampilan
menyerupai anak cewek, begitupun sebaliknya.
Imam
Bukhori meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata: "Rasulullah saw.
melaknat laki-laki yang berlagak perempuan dan perempuan yang berlagak
laki-laki." Kemudian Abu Dawud meriwayatkan, bahwa Abu Hurairah r.a.
berkata: "Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang meniru (dengan) pakaian
perempuan dan perempuan yang meniru (dengan) pakaian laki-laki." (Riadhus
Shalihin, Jilid I, hlm. 490).
Haruskah,
itu dibiarkan?
Yes,
pilihan terbaik memang kita harus menjegal atau mencegah jangan sampai budaya
funky itu mengakar dan menjasad dalam gaya hidup kita. Karena nggak mustahil
lambat laun bakal 'mempermak' kita menjadi berselara Barat dalam bertingkah
laku model Barat. Kalo sampai kejadian, wuah, bahaya besar, Bung!
Ironisnya,
kondisi seperti ini memang diperburuk dengan cara pandang kita yang salah dalam
menyikapi trend. Bahwa sesuatu yang dianggap baru, adalah sebuah trend yang
harus kita dijelajahi. Kita menganggap bahwa kita harus mencobanya, bahkan bila
perlu dan memungkinkan, kita akan menganggap trend tersebut wajib diamalkan.
Itu cara pandang yang salah. Seharusnya, bila itu menyangkut urusan gaya hidup
peradaban tertentu, kita harus hati-hati dan bijak dalam bersikap. Bahkan wajib
menahan diri untuk tidak latah. Karena siapa tahu memang trend itu justru
menjerumuskan kita kepada kesalahan dan dosa. Ya, kayak kasus funky itu. Bisa
jadi 80 % pelakunya adalah remaja Islam. Apakah itu akan tetap kita biarkan?
Tentu nggak dong sayang. Kita harus mencegahnya agar tidak menyebar dan
meracuni pemikiran dan jiwa remaja. Karena tingkah laku, sangat berhubungan
erat dengan pemahaman. Bila salah memahami, nggak mungkin tingkah lakunya
benar. Catet, ya!
Yang
lebih memprihatinkan, saat ini justru kebanyakan kita diam melihat kemunkaran
yang ada. Lebih gokil lagi, sebagian dari teman-teman remaja malah larut dalam
trend yang sesat dan merasa enjoy menikmatinya. Wah, benar-benar rusak dong
kalo begitu.
Upaya
pencegahannya tentu harus menyeluruh. Memang yang pertama kali harus disamakan
adalah persepsi berpikirnya. Yang menyatakan bahwa trend tersebut memang rusak
dan berbahaya. Bila ini sudah sepakat, maka akan mudah melangkah ke 'pintu'
penyelesaian berikutnya. Tapi bila masih nggak kompak dalam menilai trend
tersebut, rasanya memang sulit untuk bisa dicegah.
Harus
kompak, baik individu, masyarakat dan juga penguasa. Dalam sistem Islam, trend
funky ini nggak bakalan menjamur seperti sekarang ini. Jangankan muncul dan
berkembang, baru 'tumbuh' pun segera akan dipangkas. Itulah 'gaya' Islam dalam
menumpas kemaksiatan. Pokoknya, nggak tangung-tanggung deh. Tentu sikap Islam
seperti ini hanya akan kita dapatkan bila Islam diterapkan sebagai akidah dan
syariat dalam sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Bukan yang lain.
Jadi, nggak kelas deh tampil funky.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan,,
Jika menurut Sahabat Blogger Artikel ini bermanfaat silahkan di COPAST (Copy Paste) tanpa mencantumkan sumber..
#Kalau ingin dicantumkan, Alhamdulillah.. :) ^_^
Ilmu itu milik ALLAH, Siapapun berhak mempelajarinya.. :)
Terimakasih Telah Berkunjung.. :)