Saturday, December 8, 2012

Say "Yes", To "JILBAB"



Mira, begitu gadis itu biasa dipanggil. Manis, makin manis dan anggun saat gadis ini memilih mengenakan jilbab. Mira bisa berjilbab merupakan surprise tersendiri, lho. Sebab, selain keputusan "kontroversialnya" yang bikin geger seisi kampung, doi juga kena semprot keluarganya. Berat nian memang perjuangannya. Di kampung, anak-anak cowok jadi nggak bisa lagi liat makhluk manis bernama Mira yang biasanya tampil all out bak peragawati. Di rumah, keluarganya sempat kaget dan terbengong-bengong. Termasuk kakaknya yang super cerewet dan sok ngatur. Mita, kakaknya Mira, pake uring-uringan segala. Mulutnya nggak berhenti menggerutu kalo kebetulan Mira ada di rumah. Seluruh isi keranjang sampah, eh maksudnya omongan keluar dari mulut kakaknya itu. Dibilangin sok alimlah, disebut sok idealislah, fanatiklah, kunolah, dan seabreg sebutan berbau sinis lainnya.
Mira? Ah, easy going aja tuh. Pikirnya, anggap aja gerutuan kakaknya itu kayak radio butut. Percuma dilayani juga, nggak bakalan ada abisnya. Dilayani malah bikin kesel aja, karena seringnya tulalit alias kagak nyambung. Keputusan Mira memakai busana muslimah adalah karena alasan syariat, sementara Mita masih betah berdandan ala kadarnya dengan alasan modern. Nggak nyambung kan kalo dilayani juga? Apalagi kalo kemudian nggak menerima kebenaran, pengennya malah nyari pembenaran. Walah, bahaya itu!
Akhirnya, Mita tetap aja konsisten berpenampilan kuno-meski menurutnya modern. Liat aja, walaupun pakaiannya mahal-mahal, tapi nggak ada yang bisa menunjukkan bahwa itu disebut "pakaian". Saat pesta misalnya, Mita biasa bergaun leher V rendah alias breast-less. Di kesempatan lain, Mita mengenakan gaun yang bolong di sekujur punggungnya alias backless. Waktu ngeceng di mal aja, Mita dan kawan-kawannya nggak malu dan ragu untuk mengenakan gaun yang bagian atasnya; muka-belakangnya mlompong alias topless.
Aduh, ini memang masalah, Non. Suer! yang bergaya dandan begitu bukan cuma Mita, yang kakaknya Mira itu, tapi siapa tahu di antara teman-teman puteri yang lain banyak yang melakukannya. Buktinya kalo ada pesta, yang muncul adalah dandanan yang persis di jaman pithecanthropus (nyuwun sewu lho mbak!!!). Ini salah satu contoh lho, betapa perjuangan untuk meraih kemuliaan emang sukar dan berat, apalagi di tengah masyarakat yang memuja kebebasan.
Sebelum Mira, malah ada banyak pendahulunya yang merasakan "pengasingan" segala. Kalo kamu buka file-file berita koran-kira-kira sepuluh tahun yang lalu, insya Allah akan menemukan tentang kasus pelarangan siswi berjilbab di sekolah-sekolah umum. Ya, itu terjadi kira-kira akhir tahun 1980-an. Wah, mungkin di antara kamu ada yang masih SD atau belon lahir ya? Nah, saat itu, kakak-kakakmu harus berjuang mati-matian supaya tetap memakai busana muslimah ini ke sekolah. Meski pihak sekolah juga nggak kalah ngototnya dalam melarang. Ujungnya, karena pihak sekolah menggunakan logika kekuasaan, malah banyak siswi berkerudung yang harus kehilangan kesempatan belajar di sekolahnya. Dan wajar bila kemudian Cak Nun alias Emha Ainun Najib dalam puisi "Lautan Jilbab"-yang amat panjang itu--menuliskan: "Jilbab adalah keberanian di tengah hari-hari sangat menakutkan, Jilbab adalah percikan cahaya di tengah-tengah kegelapan, Jilbab adalah kejujuran di tengah kelicikan, Jilbab adalah kelembutan di tengah kekasaran dan kebrutalan, Jilbab adalah kebersahajaan di tengah kemunafikan, Jilbab adalah perlindungan di tengah sergapan-sergapan."

Kata Mereka, Tentang Jilbab
AK (24), akhwat yang sempat di "todong" ISLAMUDA via telepon mengakui sudah berjilbab sekitar taun 1998. Ditanya pengalamannya tentang berjilbab pertama kali gimana, dia bilang "ortuku adalah orang pertama yang tidak setuju aku make jilbab, banyaklah alasannya diantaranya takut nggak dapat pekerjaan de el el". Tapi apa bener jilbab menghambat cewek dapat pekerjaan, nyatanya tidak demikian, si AK ini bisa ngebuktiin itu, dengan berjilbab seperti sekarang ini dia bisa bekerja dan bikin ortu seneng. Menurutnya, jilbab adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa digantikan dengan yang lain, "kalo namanya wajib berarti khan harus dilaksanain kalo tidak konsekwensinya khan dosa?' begitu katanya.
Berbeda dengan pengalaman MA (25) saat ditemui ISLAMUDA, di tengah kesibukannya sebagai 'manajer' sebuah konveksi baju muslimah, dia menuturkan bahwa kesadaran dirinya untuk mengenakan jilbab sekitar tahun 1993-an berawal ketika mendengar dan membaca kitab Duratun Nasihin, yang menceritakan Nabi Muhammad Saw. ketika di Mi'raj-kan melihat di neraka ada banyak wanita disiksa dan diganti rambutnya dengan rambut api, yang ternyata Rasulullah setelah mendapat berita dari Jibril a.s., wanita itu karena di dunia tidak melaksanakan kewajiban memakai jilbab. Sejak itulah, MA yang ibu rumah tangga dengan satu putra ini, merasakan ke-tomboy-annya haruslah diakhiri. Disini waktu itu kira-kira kelas 2 SMA dia mengawali hidupnya dengan berbaju yang menurut sebagian orang mahal harganya karena berukuran super besar. Tapi ketika hal itu dikonfirmasi ISLAMUDA kepada MA, dibantahnya "tidak mahal, kalo mau beli jadi ada yang harganya (jilbab) cuman sekitar 25-30 ribu, saya rasa itu tidak terlalu mahal dibandingkan dengan baju-baju yang dipakai ABG, meskipun bajunya kecil atau ketat harganya bisa lebih mahal dari jilbab".
Sedangkan KN (20), alumnus salah satu SMU Kompleks Surabaya menjelaskan pada ISLAMUDA, "Sewaktu saya akan mengenakan jilbab, ayah berkomentar, bila pake' jilbab itu ribet, nggak bebas dan semacamnya. Sedangkan ibunya menganggap bahwa jilbab itu tidak begitu penting asalkan kita berhati baik, dan kalaupun harus menutup aurat, tanpa memakai jilbab sudah cukup asal tidak ketat." Namun Alhamdulillah, dengan perlahan dan pasti dia berhasil meyakinkan kedua orang tuanya, sehingga sampai sekarang dia masih berjilbab. KN menambahkan, ketika seseorang melakukan suatu perbuatan kebaikan pasti ada penghalang (besar atau kecil), namun sebagai seorang muslimah, dia yakin, penghalang itu adalah ujian dari Allah untuk meningkatkan nilai keimanannya.
Muslimah lain yang diinterview ama ISLAMUDA adalah D (20), salah satu mahasiswi PTN Surabaya. D berkomentar tentang jilbab dan mode, "Memang zaman sekarang, rasanya lebih mudah bagi kita untuk memakai jilbab, dibandingin enam atau tujuh tahun yang lalu. Tapi anehnya, sekitar empat tahun ini hingga sekarang makna jilbab banyak disalahartikan. Jilbab dimodekan (seperti jilbab gaul), padahal seharusnya, zaman yang harus mengikuti Islam, bukan Islam yang mengikuti zaman" begitu ungkapnya.

Problematika BerJilbab
Ngeliat berbagai fakta dari Mbak-Mbak diatas, sebenernya berbagai macam persoalan yang muncul dalam memakai jilbab, itu mah soal biasa dalam "perjuangan". Kadangkala kesulitan itu kayaknya susaaaah…. banget diselesaikan. Kita sih bisa maklum. Cuman apakah dengan adanya persoalan itu membuat ente males, keder, takut, atau yang lebih parah lagi "alergi" ? Enggak kan Mbak ?
Trus lagi ada anggapan klasik seputar jilbab en jilbaber. Gini, "Ahh, make jilbab itu nggak perlu, soalnya banyak cewek berjilbab yang kelakuannya "naudubille" (baca : na'udzubillah min dzalik), yang penting kan "ati"nya dulu yang dijilbabin…" Wah…kalo begini guawat namanya, emangnya kain jilbab "hati" itu semeter berapa? Di Pasar ada yang jual nggak?? He..he..he…
Nah pemahaman model begini yang kayaknya kudu "dihancur-leburkan". Emang sih, ada kasus wanita berjilbab tetap rajin ngegosip, urakan dsb. Tapi terlepas dari wanita-wanita semacam itu, kalau pun ada, itu kan hanya kasus, nggak bisa dipake' alasan supaya kaum hawa nggak berjilbab. Sebaliknya ia kudu memperbaiki perilakunya. Agar sesuai dengan pesan Allah Swt. Kita juga harus teliti dulu dong, apa alasan dia berjilbab, jangan-jangan cuma ikut-ikutan ? atau pemahaman doski tentang jilbab minim banget? Karena banyak yang cuman pake kerudung doang tapi udah dikatain berjilbab, ini khan masalah, neng!. Trus kayak gimana sih, jilbab yang ideal menurut Islam itu? Kalo pengen tau jawabannya, baca terus ampe kelar dibawah…OK? (penasaran nih critanya, he..he..he)
Nah berhubungan dengan itu, dibawah ini ada beberapa alasan kenapa kamu nggak mau atau pada enggan pake jilbab :
(1) Dari diri sendiri; artinya kamu-kamu ngerasa belum siap atau memadai untuk berjilbab atau menjadi muslimah sejati, yang bisa jaim lah, alim lah, and sederet kriteria lain yang dirasa memberatkan. Nah masalahnya adalah, ternyata kamu masih suka bercanda, JJS, shopping, ngegosip, dll. Dan kamu ngerasa khawatir sikap itu memberi kesan negatif dari orang lain jika kamu mengenakan jilbab, takut merendahkan martabat wanita muslimah. Itu kan masalahnya ???
Tapi yang jelas, seharusnya busana muslimah bisa jadi alat kontrol yang nyata bagi kita untuk menjaga tingkah laku kita. Dan biasanya, muslimah yang udah berjilbab akan mampu mengendalikan dirinya. Ya, sesuai dengan persepsi orang tentang jilbab: "ngerti" agama dan nggak norak. Jadi, ketika berjilbab, seorang muslimah itu "dipaksa" untuk mengatur perilakunya: menundukan pandangan dan tidak jelalatan, mempertegas suaranya sehingga tidak disalah-artikan lawan jenisnya, mengatur langkahnya, mengatur parfumnya, dan menyeleksi teman gaulnya. Bahkan ia pun terdorong untuk lebih memahami Islam lebih dalam. Malah bukan tak mungkin, akan menjadi labuhan pertanyaan teman-temannya. Bahkan cewek berjilbab, kalo jalan di hadapan anak cowok, yang dilewati ngerasa segen dan nggak berani ngegodain. Paling-paling cuman, bilang "Assalamu'alaikum, Bu Haji…" Itu kan do'a, jadi jawab aja salamnya, nggak usah sewot. Laen critanya lho kalo kamu berdandan menor. Waah, para lelaki langsung berkicau ngegodain, #Jatuh bangun aku mengejarmu# Ck, ck, ck, eleh..eleh…si Eneng!!
(2) Dari lingkungan atawa keluarga; terutama ortu yang nggak ngebolehin. Alasannya takut sulit dapat kerjaan kek, takut nggak laku jodohnya kek, dan sederet "kek-kek" lain yang kadang nggak matching en buat kita ketawa geli. Gimana enggak, wong itu semuanya sebenernya adalah persepsi yang salah en nggak tepat. Karena yang namanya rejeki, jodoh en mati itu kan qodho'nya Allah SWT. Karena logikanya, masak sih Allah akan meninggalkan hamba-hambaNya yang tho'at, hamba-hambaNya yang make jilbab untuk menutup aurat? Wong ayam aja meskipun nggak punya akal masih dikasih rejeki, masih diberi jodoh…Betapa Maha Pengasih dan Pemurahnya Allah itu. Subhanallah…
Mengenai ortu, beri pengertian apa yang dilihat oleh ortu sifatnya kasuistik, artinya itu fakta yang tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa kita nggak boleh berjilbab karena ada fakta seperti itu, itu menggebyah uyah or nyama'in semua namanya. Selain itu, kita juga harus memahami wanita muslimah adalah manusia biasa tidak berbeda dengan manusia lainnya, ia bisa berbuat salah dan dosa. Berjilbab adalah suatu kewajiban dan bertingkah laku yang baik adalah juga suatu kewajiban yang lain, yang tidak bisa dicampur adukkan pembahasannya. Kedua-duanya harus dijalankan. Dengan peningkatan akhlaq baik di rumah, maka ortu akan bertambah yakin bahwa keputusan kita berbusana muslimah adalah sebuah keputusan yang tidak salah. Oce deh..!!
(3) Untuk membuat jilbab dan khimar (kerudung) kadang memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena membutuhkan kain yang lebih banyak. Emang sih kita nggak bisa mungkir sepenuhnya. Banyak juga kok yang murah, meriah, bagus lagi…Dan yang paling penting, dengan adanya situasi kayak gitu, kan sebenarnya bisa mendidik kamu lebih kreatif, lebih dewasa, en lebih pinter memanfaatkan "sumber daya" yang ada demi Islam. Masak sih nggak mau kalo kamu disebut sebagai muslimah sejati en berotak encer Jangan mau kalah ama si Dewi Surf lho…

Beberapa Pertimbangan
Kita memandang sebuah persoalan, kayaknya nggak lepas deh dari yang namanya persepsi atau pemahaman. Orang memandang baik atawa buruk itu kan dari pemahaman yang dimilikinya. Begitu juga about jilbab, kayaknya akan susah banget, kalo kita memandang jilbab itu hanya dari sisi maslahat-mudharat, apalagi kalo persepsi kita tentang jilbab dipengaruhi oleh pemahaman sekuler barat, yang memandang jilbab itu sebagai pemasung kebebasan wanita untuk berekspresi, sebab agama mereka nggak punya aturan sesempurna Islam.
Nah…pemahaman-pemahaman ini yang kudu kita ubah. Bukankah sebagai muslim/ah, kita harus paham bener arti ketaatan dan cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Bukankah sebagai kaum muslimin kita harus selalu menstandarkan semua aktifitas kita berdasarkan hukum syara'? Masih ingat kan dengan firman Allah, yang artinya : "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min, dan tidak (pula) bagi wanita yang mu'minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan, ternyata akan ada pilihan (yang lain) tentang urusan mereka" (TQS. Al-Ahzaab: 36).
Ditambah lagi Allah juga berfirman yang artinya : "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (TQS al-Ahzab 59).
Sabda Nabi, yang artinya "Siapa dari seorang wanita yang melepaskan (membuka) pakaian selain dirumahnya (membuka diluar rumah), maka Allah pasti merobek tirai kehormatan daripadanya." (HR. Ahmad, Thobroni, dan Al-Bazzaar dari A'isyah r.a.). Nah lho....
Mengenai kekhawatiran-kekhawatiran kayak diatas, baiknya…cepet diilangin deh. Sebab itu hanyalah fakta atau fenomena yang terjadi di tengah masyarakat yang tidak memakai standar hukum Islam, yang tentu saja kalo itu masih sering kita temui akan mempengaruhi persepsi kita tentang jilbab, tapi...kalo kita tidak segera mengurangi frekuensi fakta/fenomena tadi maka kekhawatiran kita tetap akan muncul.
Ada yang penting bo' ! Yaitu tentang apa sih sebenernya yang dimaksud dengan jilbab itu ? Karena dalam memahami suatu istilah yang ada dalam nash (Qur-an-Hadits), kita nggak bisa mengartikan dengan seenaknya sendiri. Akan tetapi, kita pelajari sesuai dengan asal bahasanya (yakni bahasa Arab). Didalam kamus Al-Muhith, dinyatakan demikian, yang artinya "Jilbab itu laksana sidab (terowongan), atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti seperti halnya baju kurung" (lihat QS. an-Nur 30 dan al-Ahzab 59)
Taqiyudin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Ijtima'i fil Islam, menjelaskan bahwa pakaian wanita (jilbab) harus menutupi kulitnya atau tidak boleh memperlihatkan warna kulitnya. Artinya jika kain penutup (pakaian) itu tipis (transparan) sehingga tetap menampakkan warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti itu tidak bisa dikategorikan sebagai penutup aurat. Hal itu sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw kepada Usamah :
"Suruhlah isterimu untuk mengenakan kain tipis (ghilalah) lagi di bagian dalamnya, karena sesungguhnya aku khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak"

So, Say YES to Jilbab !!
Kasus Mira dan Mita diatas, nggak perlu diulang pada keluarga-keluarga muslim. Yang udah berjilbab nggak usah sinis memandang kakak atau adik perempuannya yang belum berjilbab. Justru sebaliknya kamu harus bisa nasehatin mereka agar mereka sadar segera berjilbab. Trus, bagi yang belum pake jilbab, nggak usah juga sewot kalo ngeliat adik atau kakak perempuanmu udah pake jilbab, mendingan gunakan otak encermu untuk menjawab pertanyaan ini, "darimana sih asal kamu hidup; buat apa sih kamu hidup; dan kemana setelah kamu hidup ini?". Ayo, bisa ngejawab nggak? Makanya mendingan mulai sekarang bulatkan tekadmu untuk berjilbab, masalah dengan ortu, masalah dengan teman hanyalah masalah sepele yang bisa diselesain. Dan yang terpenting,… yakinlah Allah pasti menolong hamba-Nya yang istiqomah. Kamukah muslimah yang istiqomah itu? Wallahu 'alam bis showab (dy/af)


No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan,,
Jika menurut Sahabat Blogger Artikel ini bermanfaat silahkan di COPAST (Copy Paste) tanpa mencantumkan sumber..
#Kalau ingin dicantumkan, Alhamdulillah.. :) ^_^

Ilmu itu milik ALLAH, Siapapun berhak mempelajarinya.. :)

Terimakasih Telah Berkunjung.. :)