Mira,
begitu gadis itu biasa dipanggil. Manis, makin manis dan anggun saat gadis ini
memilih mengenakan jilbab. Mira bisa berjilbab merupakan surprise tersendiri,
lho. Sebab, selain keputusan "kontroversialnya" yang bikin geger seisi
kampung, doi juga kena semprot keluarganya. Berat nian memang perjuangannya. Di
kampung, anak-anak cowok jadi nggak bisa lagi liat makhluk manis bernama Mira
yang biasanya tampil all out bak peragawati. Di rumah, keluarganya sempat kaget
dan terbengong-bengong. Termasuk kakaknya yang super cerewet dan sok ngatur.
Mita, kakaknya Mira, pake uring-uringan segala. Mulutnya nggak berhenti
menggerutu kalo kebetulan Mira ada di rumah. Seluruh isi keranjang sampah, eh
maksudnya omongan keluar dari mulut kakaknya itu. Dibilangin sok alimlah,
disebut sok idealislah, fanatiklah, kunolah, dan seabreg sebutan berbau sinis
lainnya.
Mira?
Ah, easy going aja tuh. Pikirnya, anggap aja gerutuan kakaknya itu kayak radio
butut. Percuma dilayani juga, nggak bakalan ada abisnya. Dilayani malah bikin
kesel aja, karena seringnya tulalit alias kagak nyambung. Keputusan Mira
memakai busana muslimah adalah karena alasan syariat, sementara Mita masih
betah berdandan ala kadarnya dengan alasan modern. Nggak nyambung kan kalo
dilayani juga? Apalagi kalo kemudian nggak menerima kebenaran, pengennya malah
nyari pembenaran. Walah, bahaya itu!
Akhirnya,
Mita tetap aja konsisten berpenampilan kuno-meski menurutnya modern. Liat aja,
walaupun pakaiannya mahal-mahal, tapi nggak ada yang bisa menunjukkan bahwa itu
disebut "pakaian". Saat pesta misalnya, Mita biasa bergaun leher V
rendah alias breast-less. Di kesempatan lain, Mita mengenakan gaun yang bolong
di sekujur punggungnya alias backless. Waktu ngeceng di mal aja, Mita dan kawan-kawannya
nggak malu dan ragu untuk mengenakan gaun yang bagian atasnya; muka-belakangnya
mlompong alias topless.
Aduh,
ini memang masalah, Non. Suer! yang bergaya dandan begitu bukan cuma Mita, yang
kakaknya Mira itu, tapi siapa tahu di antara teman-teman puteri yang lain
banyak yang melakukannya. Buktinya kalo ada pesta, yang muncul adalah dandanan
yang persis di jaman pithecanthropus (nyuwun sewu lho mbak!!!). Ini salah satu
contoh lho, betapa perjuangan untuk meraih kemuliaan emang sukar dan berat,
apalagi di tengah masyarakat yang memuja kebebasan.
Sebelum
Mira, malah ada banyak pendahulunya yang merasakan "pengasingan"
segala. Kalo kamu buka file-file berita koran-kira-kira sepuluh tahun yang
lalu, insya Allah akan menemukan tentang kasus pelarangan siswi berjilbab di
sekolah-sekolah umum. Ya, itu terjadi kira-kira akhir tahun 1980-an. Wah,
mungkin di antara kamu ada yang masih SD atau belon lahir ya? Nah, saat itu,
kakak-kakakmu harus berjuang mati-matian supaya tetap memakai busana muslimah
ini ke sekolah. Meski pihak sekolah juga nggak kalah ngototnya dalam melarang.
Ujungnya, karena pihak sekolah menggunakan logika kekuasaan, malah banyak siswi
berkerudung yang harus kehilangan kesempatan belajar di sekolahnya. Dan wajar
bila kemudian Cak Nun alias Emha Ainun Najib dalam puisi "Lautan
Jilbab"-yang amat panjang itu--menuliskan: "Jilbab adalah keberanian
di tengah hari-hari sangat menakutkan, Jilbab adalah percikan cahaya di
tengah-tengah kegelapan, Jilbab adalah kejujuran di tengah kelicikan, Jilbab
adalah kelembutan di tengah kekasaran dan kebrutalan, Jilbab adalah
kebersahajaan di tengah kemunafikan, Jilbab adalah perlindungan di tengah
sergapan-sergapan."
Kata
Mereka, Tentang Jilbab
AK
(24), akhwat yang sempat di "todong" ISLAMUDA via telepon mengakui
sudah berjilbab sekitar taun 1998. Ditanya pengalamannya tentang berjilbab
pertama kali gimana, dia bilang "ortuku adalah orang pertama yang tidak
setuju aku make jilbab, banyaklah alasannya diantaranya takut nggak dapat
pekerjaan de el el". Tapi apa bener jilbab menghambat cewek dapat
pekerjaan, nyatanya tidak demikian, si AK ini bisa ngebuktiin itu, dengan
berjilbab seperti sekarang ini dia bisa bekerja dan bikin ortu seneng.
Menurutnya, jilbab adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa digantikan dengan
yang lain, "kalo namanya wajib berarti khan harus dilaksanain kalo tidak
konsekwensinya khan dosa?' begitu katanya.
Berbeda
dengan pengalaman MA (25) saat ditemui ISLAMUDA, di tengah kesibukannya sebagai
'manajer' sebuah konveksi baju muslimah, dia menuturkan bahwa kesadaran dirinya
untuk mengenakan jilbab sekitar tahun 1993-an berawal ketika mendengar dan
membaca kitab Duratun Nasihin, yang menceritakan Nabi Muhammad Saw. ketika di
Mi'raj-kan melihat di neraka ada banyak wanita disiksa dan diganti rambutnya
dengan rambut api, yang ternyata Rasulullah setelah mendapat berita dari Jibril
a.s., wanita itu karena di dunia tidak melaksanakan kewajiban memakai jilbab.
Sejak itulah, MA yang ibu rumah tangga dengan satu putra ini, merasakan
ke-tomboy-annya haruslah diakhiri. Disini waktu itu kira-kira kelas 2 SMA dia
mengawali hidupnya dengan berbaju yang menurut sebagian orang mahal harganya
karena berukuran super besar. Tapi ketika hal itu dikonfirmasi ISLAMUDA kepada
MA, dibantahnya "tidak mahal, kalo mau beli jadi ada yang harganya
(jilbab) cuman sekitar 25-30 ribu, saya rasa itu tidak terlalu mahal
dibandingkan dengan baju-baju yang dipakai ABG, meskipun bajunya kecil atau
ketat harganya bisa lebih mahal dari jilbab".
Sedangkan
KN (20), alumnus salah satu SMU Kompleks Surabaya menjelaskan pada ISLAMUDA,
"Sewaktu saya akan mengenakan jilbab, ayah berkomentar, bila pake' jilbab
itu ribet, nggak bebas dan semacamnya. Sedangkan ibunya menganggap bahwa jilbab
itu tidak begitu penting asalkan kita berhati baik, dan kalaupun harus menutup
aurat, tanpa memakai jilbab sudah cukup asal tidak ketat." Namun
Alhamdulillah, dengan perlahan dan pasti dia berhasil meyakinkan kedua orang
tuanya, sehingga sampai sekarang dia masih berjilbab. KN menambahkan, ketika
seseorang melakukan suatu perbuatan kebaikan pasti ada penghalang (besar atau
kecil), namun sebagai seorang muslimah, dia yakin, penghalang itu adalah ujian
dari Allah untuk meningkatkan nilai keimanannya.
Muslimah
lain yang diinterview ama ISLAMUDA adalah D (20), salah satu mahasiswi PTN
Surabaya. D berkomentar tentang jilbab dan mode, "Memang zaman sekarang,
rasanya lebih mudah bagi kita untuk memakai jilbab, dibandingin enam atau tujuh
tahun yang lalu. Tapi anehnya, sekitar empat tahun ini hingga sekarang makna
jilbab banyak disalahartikan. Jilbab dimodekan (seperti jilbab gaul), padahal
seharusnya, zaman yang harus mengikuti Islam, bukan Islam yang mengikuti
zaman" begitu ungkapnya.
Problematika
BerJilbab
Ngeliat
berbagai fakta dari Mbak-Mbak diatas, sebenernya berbagai macam persoalan yang
muncul dalam memakai jilbab, itu mah soal biasa dalam "perjuangan".
Kadangkala kesulitan itu kayaknya susaaaah…. banget diselesaikan. Kita sih bisa
maklum. Cuman apakah dengan adanya persoalan itu membuat ente males, keder, takut,
atau yang lebih parah lagi "alergi" ? Enggak kan Mbak ?
Trus
lagi ada anggapan klasik seputar jilbab en jilbaber. Gini, "Ahh, make
jilbab itu nggak perlu, soalnya banyak cewek berjilbab yang kelakuannya
"naudubille" (baca : na'udzubillah min dzalik), yang penting kan
"ati"nya dulu yang dijilbabin…" Wah…kalo begini guawat namanya,
emangnya kain jilbab "hati" itu semeter berapa? Di Pasar ada yang
jual nggak?? He..he..he…
Nah
pemahaman model begini yang kayaknya kudu "dihancur-leburkan". Emang
sih, ada kasus wanita berjilbab tetap rajin ngegosip, urakan dsb. Tapi terlepas
dari wanita-wanita semacam itu, kalau pun ada, itu kan hanya kasus, nggak bisa
dipake' alasan supaya kaum hawa nggak berjilbab. Sebaliknya ia kudu memperbaiki
perilakunya. Agar sesuai dengan pesan Allah Swt. Kita juga harus teliti dulu
dong, apa alasan dia berjilbab, jangan-jangan cuma ikut-ikutan ? atau pemahaman
doski tentang jilbab minim banget? Karena banyak yang cuman pake kerudung doang
tapi udah dikatain berjilbab, ini khan masalah, neng!. Trus kayak gimana sih,
jilbab yang ideal menurut Islam itu? Kalo pengen tau jawabannya, baca terus
ampe kelar dibawah…OK? (penasaran nih critanya, he..he..he)
Nah
berhubungan dengan itu, dibawah ini ada beberapa alasan kenapa kamu nggak mau
atau pada enggan pake jilbab :
(1)
Dari diri sendiri; artinya kamu-kamu ngerasa belum siap atau memadai untuk
berjilbab atau menjadi muslimah sejati, yang bisa jaim lah, alim lah, and
sederet kriteria lain yang dirasa memberatkan. Nah masalahnya adalah, ternyata
kamu masih suka bercanda, JJS, shopping, ngegosip, dll. Dan kamu ngerasa
khawatir sikap itu memberi kesan negatif dari orang lain jika kamu mengenakan
jilbab, takut merendahkan martabat wanita muslimah. Itu kan masalahnya ???
Tapi
yang jelas, seharusnya busana muslimah bisa jadi alat kontrol yang nyata bagi
kita untuk menjaga tingkah laku kita. Dan biasanya, muslimah yang udah
berjilbab akan mampu mengendalikan dirinya. Ya, sesuai dengan persepsi orang
tentang jilbab: "ngerti" agama dan nggak norak. Jadi, ketika berjilbab,
seorang muslimah itu "dipaksa" untuk mengatur perilakunya: menundukan
pandangan dan tidak jelalatan, mempertegas suaranya sehingga tidak
disalah-artikan lawan jenisnya, mengatur langkahnya, mengatur parfumnya, dan
menyeleksi teman gaulnya. Bahkan ia pun terdorong untuk lebih memahami Islam
lebih dalam. Malah bukan tak mungkin, akan menjadi labuhan pertanyaan
teman-temannya. Bahkan cewek berjilbab, kalo jalan di hadapan anak cowok, yang
dilewati ngerasa segen dan nggak berani ngegodain. Paling-paling cuman, bilang
"Assalamu'alaikum, Bu Haji…" Itu kan do'a, jadi jawab aja salamnya,
nggak usah sewot. Laen critanya lho kalo kamu berdandan menor. Waah, para
lelaki langsung berkicau ngegodain, #Jatuh bangun aku mengejarmu# Ck, ck, ck,
eleh..eleh…si Eneng!!
(2)
Dari lingkungan atawa keluarga; terutama ortu yang nggak ngebolehin. Alasannya
takut sulit dapat kerjaan kek, takut nggak laku jodohnya kek, dan sederet
"kek-kek" lain yang kadang nggak matching en buat kita ketawa geli.
Gimana enggak, wong itu semuanya sebenernya adalah persepsi yang salah en nggak
tepat. Karena yang namanya rejeki, jodoh en mati itu kan qodho'nya Allah SWT.
Karena logikanya, masak sih Allah akan meninggalkan hamba-hambaNya yang tho'at,
hamba-hambaNya yang make jilbab untuk menutup aurat? Wong ayam aja meskipun
nggak punya akal masih dikasih rejeki, masih diberi jodoh…Betapa Maha Pengasih
dan Pemurahnya Allah itu. Subhanallah…
Mengenai
ortu, beri pengertian apa yang dilihat oleh ortu sifatnya kasuistik, artinya
itu fakta yang tidak bisa dijadikan justifikasi bahwa kita nggak boleh
berjilbab karena ada fakta seperti itu, itu menggebyah uyah or nyama'in semua
namanya. Selain itu, kita juga harus memahami wanita muslimah adalah manusia
biasa tidak berbeda dengan manusia lainnya, ia bisa berbuat salah dan dosa.
Berjilbab adalah suatu kewajiban dan bertingkah laku yang baik adalah juga
suatu kewajiban yang lain, yang tidak bisa dicampur adukkan pembahasannya.
Kedua-duanya harus dijalankan. Dengan peningkatan akhlaq baik di rumah, maka ortu
akan bertambah yakin bahwa keputusan kita berbusana muslimah adalah sebuah
keputusan yang tidak salah. Oce deh..!!
(3)
Untuk membuat jilbab dan khimar (kerudung) kadang memang membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, karena membutuhkan kain yang lebih banyak. Emang sih kita nggak
bisa mungkir sepenuhnya. Banyak juga kok yang murah, meriah, bagus lagi…Dan
yang paling penting, dengan adanya situasi kayak gitu, kan sebenarnya bisa
mendidik kamu lebih kreatif, lebih dewasa, en lebih pinter memanfaatkan "sumber
daya" yang ada demi Islam. Masak sih nggak mau kalo kamu disebut sebagai
muslimah sejati en berotak encer Jangan mau kalah ama si Dewi Surf lho…
Beberapa
Pertimbangan
Kita
memandang sebuah persoalan, kayaknya nggak lepas deh dari yang namanya persepsi
atau pemahaman. Orang memandang baik atawa buruk itu kan dari pemahaman yang
dimilikinya. Begitu juga about jilbab, kayaknya akan susah banget, kalo kita
memandang jilbab itu hanya dari sisi maslahat-mudharat, apalagi kalo persepsi
kita tentang jilbab dipengaruhi oleh pemahaman sekuler barat, yang memandang
jilbab itu sebagai pemasung kebebasan wanita untuk berekspresi, sebab agama
mereka nggak punya aturan sesempurna Islam.
Nah…pemahaman-pemahaman
ini yang kudu kita ubah. Bukankah sebagai muslim/ah, kita harus paham bener
arti ketaatan dan cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Bukankah sebagai kaum
muslimin kita harus selalu menstandarkan semua aktifitas kita berdasarkan hukum
syara'? Masih ingat kan dengan firman Allah, yang artinya : "Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mu'min, dan tidak (pula) bagi wanita yang mu'minah,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan, ternyata akan ada
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka" (TQS. Al-Ahzaab: 36).
Ditambah
lagi Allah juga berfirman yang artinya : "Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (TQS
al-Ahzab 59).
Sabda
Nabi, yang artinya "Siapa dari seorang wanita yang melepaskan (membuka)
pakaian selain dirumahnya (membuka diluar rumah), maka Allah pasti merobek
tirai kehormatan daripadanya." (HR. Ahmad, Thobroni, dan Al-Bazzaar dari
A'isyah r.a.). Nah lho....
Mengenai
kekhawatiran-kekhawatiran kayak diatas, baiknya…cepet diilangin deh. Sebab itu
hanyalah fakta atau fenomena yang terjadi di tengah masyarakat yang tidak
memakai standar hukum Islam, yang tentu saja kalo itu masih sering kita temui
akan mempengaruhi persepsi kita tentang jilbab, tapi...kalo kita tidak segera
mengurangi frekuensi fakta/fenomena tadi maka kekhawatiran kita tetap akan
muncul.
Ada
yang penting bo' ! Yaitu tentang apa sih sebenernya yang dimaksud dengan jilbab
itu ? Karena dalam memahami suatu istilah yang ada dalam nash (Qur-an-Hadits),
kita nggak bisa mengartikan dengan seenaknya sendiri. Akan tetapi, kita
pelajari sesuai dengan asal bahasanya (yakni bahasa Arab). Didalam kamus
Al-Muhith, dinyatakan demikian, yang artinya "Jilbab itu laksana sidab
(terowongan), atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi
wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian
kesehariannya seperti seperti halnya baju kurung" (lihat QS. an-Nur 30 dan
al-Ahzab 59)
Taqiyudin
an-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Ijtima'i fil Islam, menjelaskan bahwa
pakaian wanita (jilbab) harus menutupi kulitnya atau tidak boleh memperlihatkan
warna kulitnya. Artinya jika kain penutup (pakaian) itu tipis (transparan)
sehingga tetap menampakkan warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya
berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti itu tidak bisa
dikategorikan sebagai penutup aurat. Hal itu sebagaimana yang pernah dikatakan
oleh Rasulullah Saw kepada Usamah :
"Suruhlah
isterimu untuk mengenakan kain tipis (ghilalah) lagi di bagian dalamnya, karena
sesungguhnya aku khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak"
So,
Say YES to Jilbab !!
Kasus
Mira dan Mita diatas, nggak perlu diulang pada keluarga-keluarga muslim. Yang
udah berjilbab nggak usah sinis memandang kakak atau adik perempuannya yang
belum berjilbab. Justru sebaliknya kamu harus bisa nasehatin mereka agar mereka
sadar segera berjilbab. Trus, bagi yang belum pake jilbab, nggak usah juga
sewot kalo ngeliat adik atau kakak perempuanmu udah pake jilbab, mendingan
gunakan otak encermu untuk menjawab pertanyaan ini, "darimana sih asal
kamu hidup; buat apa sih kamu hidup; dan kemana setelah kamu hidup ini?".
Ayo, bisa ngejawab nggak? Makanya mendingan mulai sekarang bulatkan tekadmu
untuk berjilbab, masalah dengan ortu, masalah dengan teman hanyalah masalah
sepele yang bisa diselesain. Dan yang terpenting,… yakinlah Allah pasti
menolong hamba-Nya yang istiqomah. Kamukah muslimah yang istiqomah itu? Wallahu
'alam bis showab (dy/af)
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan,,
Jika menurut Sahabat Blogger Artikel ini bermanfaat silahkan di COPAST (Copy Paste) tanpa mencantumkan sumber..
#Kalau ingin dicantumkan, Alhamdulillah.. :) ^_^
Ilmu itu milik ALLAH, Siapapun berhak mempelajarinya.. :)
Terimakasih Telah Berkunjung.. :)