PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Multikulturalisme di Indonesia bersumber pada UUD
1945 yang menyatakan bahwa bangsa dan masyarakat Indonesia terdiri dari beragam
kelompok etnis yang memiliki komitmen untuk membangun Indonesia sebagai negara
bangsa. Komitmen dan pengakuan tesebut
dinyatakan dalam simbol Garuda Pancasila. Simbol ini menyatakan kehidupan
kebangsaan itu memerlukan persyaratan yaitu adanya tolerenasi sebagai bentuk penghargaan atas
keberadaan kebudayaan masyarakat
Indonesia yang beragam ( Bhineka Tunggal Ika).
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945.
Bukti yang secara obyektif dapat disaksikan adalah
terhadap hasil reformasi yang telah berjalan selama ini, belum merupakan hasil
yang dapat dinikmati oleh rakyat,
nasionalisme
bangsa rapuh, sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di
masyarakat
internasional .
Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut
di atas maka sudah menjadi tangggung jawab kita bersama sebagai warga Negara
untuk mengemangkan serta mengakaji Pancasila sebagai suatu hasil karya besar
bangsa kita yang setingkat dengan paham atau isme-isme besar dunia dewasa ini
seperti misalnya Liberalisme, Sosialisme, Komunisme.
Pengalaman menunjukkan bahwa pengaruh globalisasi
memang nyaris tidak mungkin ditiadakan oleh bangsa manapun karena sesungguhnya
pengaruh kebudayaan oleh bangsa lain menjadi sebuah kebutuhan demi kemajuan
bangsa yaitu sendiri. Tetapi menerima begitu saja tanpa memilah dan memilih
mana-mana yang mendatangkan manfaat dan mana yang merusak, mana yang sesuai dan
mana yang tidak sesuai dengan karakter dan
nili-nilai budaya asli bangsa, mana yang positif mana yang negatif bagi
kemajuan bangsa, niscaya penerimaan kebudayaan bangsa semacam itu akan
mendatangkan kerugian nasional.
Untuk
menjaga rasa Persatuan dan Kesatuan Bangsa tanpa kehilangan jati diri maka
pemerintah baik pusat maupun daerah
harus mengambil peran lebih
dominan, lebih bertanggung jawab dalam rangka menjaga , menyelamatkan, dan memperkokoh
kebudayaan bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang
mengisyaratkan bahwa Pemerintah Negara
Republik Indonesia dibentuk dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .
B. Rumusan masalah
Beberapa permasalahan yang konteksual terjadi dalam
kedidupan berbangsa dan bernegara. Dengan memperhatikan latar belakang
tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan,
maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah.
Rumusan
masalah itu adalah :
1. Bagaimana kaitanya dengan Peran
Negara ?
2. Bagaimana dampak bagi dunia Pendidikan ?
3. Bagaimana dampak bagi Generasi
muda Indonesia ?
C. Tujuan dan manfaat penulisan
makalah
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah pancasila.
2.
Untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang pancasila.
3.
Untuk
mengetahui apa arti sebenarnya pancasila dan nilai-nilai penting
pancasila itu tersebut.
4.
Membantu
mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila
5.
Mahasiswa
dapat Menambah pengetahuan dan wawasan.
6.
Mahasiswa
dapat mengetahui apa arti sebenarnya pancasila dan nilai nilai
penting
didalamnya .
PEMBAHASAN
A. Multikulturalisme Prespektif dalam
Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto
Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular
pada jaman Keprabonan Majapahit pada abad 14, secara harfiah diartikan sebagai bercerai
berai tetapi satu atau Although in pieces yet One. Motto ini digunakan sebagai
ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan
sosial-kultural dibangun diatas keanekaragaman. Jika dikaji secara akademis,
bhinneka tunggal ika tersebut dapat dipahami dalam konteks konsep generik
multiculturalism atau multikulturalisme.
Indonesia dikonsepsikan dan dibangun sebagai multicultural
nation-state dalam konteks negara-kebangsaan Indonesia modern. Hal itu dapat
dicermati dari dinamika praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai saat ini dengan mengacu pada
konstitusi yang pernah dan sedang berlaku, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS 1949,
dan UUDS 1950, serta praksis kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang menjadi
dampak langsung dan dampak pengiring dari berlakunya setiap konstitusi serta
dampak perkembangan internasional pada setiap jamannya itu.
Cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yang secara substantif dan prosedural menghargai persamaan dalam perbedaan dan persatuan dalam keberagaman, secara formal konstitusional dianut oleh ketiga konstitusi tersebut. Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat beberapa kata kunci yang mencerminkan cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yakni “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (alinea 2); “…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” (alin”a 3); “…maka disusunlah Kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ….dst…kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ..”(alinea 4),. Kemudian dalam Mukadimah Konstitusi RIS, “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-federasi, berdasarkan …dst…kerakyatan…” (alinea 3); “….Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna”. Selanjutnya dalam Mukadimah UUDS RI 1950, “…dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia …dst… yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. (alinea2); “…yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan ..dst…kerakyatan…dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna” (alinea 4). Kata rakyat yang selalu disebut dalam konstitusi tersebut pasti menunjuk pada masyarakat Indonesia yang multikultural dengan seloka bhinneka tunggal ika itu.
Cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yang secara substantif dan prosedural menghargai persamaan dalam perbedaan dan persatuan dalam keberagaman, secara formal konstitusional dianut oleh ketiga konstitusi tersebut. Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat beberapa kata kunci yang mencerminkan cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yakni “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (alinea 2); “…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” (alin”a 3); “…maka disusunlah Kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ….dst…kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ..”(alinea 4),. Kemudian dalam Mukadimah Konstitusi RIS, “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-federasi, berdasarkan …dst…kerakyatan…” (alinea 3); “….Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna”. Selanjutnya dalam Mukadimah UUDS RI 1950, “…dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia …dst… yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. (alinea2); “…yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan ..dst…kerakyatan…dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna” (alinea 4). Kata rakyat yang selalu disebut dalam konstitusi tersebut pasti menunjuk pada masyarakat Indonesia yang multikultural dengan seloka bhinneka tunggal ika itu.
Pada tataran ideal semua konstitusi tersebut sungguh-sungguh
menganut paham demokrasi dalam dan untuk masyarakat yang bersifat
multikultural. Hal ini mengandung arti bahawa paham demokrasi konstitusional
sejak awal berdirinya Negara Republik Indonesia tahun 1945 sampai saat ini
merupakan landasan dan orientasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara Indonesia yang bersifat multikultural. Untuk mewadahi
multikulturalisme yang ada Secara instrumental dalam ketiga konstitusi tersebut
juga telah digariskan adanya sejumlah perangkat demokrasi seperti lembaga
perwakilan rakyat, pemilihan umum yang bersifat umum, langsung, bebas dan
rahasia untuk mengisi lembaga perwakilan rakyat; partisipasi politik rakyat
melalui partai politik; kepemimpinan nasional dengan sistem presidentil atau
parlementer, perlindungan terhadap hak azasi manusia; sistem desentralisasi
dalam wadah negara kesatuan (UUD45 dan UUDS 50) atau sistem negara federal
(KRIS 49); pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif; orientasi
pada keadilan dan kesejahteraan rakyat; dan demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa. Namun demikian, pada tataran praksis masih terjadi pertarungan antara
nilai-nilai ideal, nilai instrumental, dengan konteks alam, politik , ekonomi,
sosial, budaya, keamanan, dan agama serta kualitas psiko-sosial para
penyelenggara negara. Memang harus diakui bahwa proses demokratisasi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang bersifat multikultural itu sampai
saat ini masih belum mencapai tarap yang membanggakan dan membahagiakan.
Misalnya, kita masih menyaksikan berkembangnya fenomena kasuistis dari
etnosentrisme dan primordialisme lain yang menyertai desentralisasi dan otonomi
daerah, yang diwarnai konflik horizontal antar suku, agama, ras dan golongan
yang terjadi di berbagai penjuru tanah air, terutama pada saat terjadinya
proses politik pemilihan umum. Sudah
banyak wacana tentang model demokrasi yang cocok dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang ber-“Bhinneka Tunggal Ika” dengan liku-liku pengalaman historis,
serta perkembangan ekonomi, serta interaksinya dengan kecenderungan
globalisasai semakin banyak dikembangkan. Diantara berbagai wacana yang
menonjol adalah proses demokrasi yang dikaitkan dengan konsep masyarakat
madani, yang secara substantif menghargai multikulturalisme.
Untuk mewujudkannya diperlukan penghayatan yang utuh dan
pengalaman yang tulus serta dukungan prasaran sosial budaya, konsep masyarakat
madani dalam konteks negara kesejahteraan melalui pergeseran peran pemerintah
dari “government” manjadi “governance” masyarakat madani yang bermoral yang
dicerminkan dalam kedaulatan rakyat yang menjunjung tinggi hukum dan hak azasi
manusdia kaitan antara peran penting
dari ummat Islam dan pembangunan masyarakat madani persoalan dilematis dalam pembangunan
masyarakat madani menyangkut keterkaitan ilmu pengetahuan, moralitas, jaminan
hukum dan persamaan hak, kaitan
masyarakat madani dengan nilai Jawa yang dinilai kurang mendukung karena kurang
memperhatikan kekuatan ilmu pengetahuan, moralitas, tatan hukum, dan persamaan,
kegalauan mengenai kemunculan masyarakat madani sebagai hal menjanjikan atau
yang menyuramkan sebagai akibat dari peranan negara di masa lalu yang sangat
dominan pesimisme perwujudan masyarakat
madani sebagai akibat dari kecenderungan menguatnya komunalisme dan melemahnya
kepercayaan terhadap negara peran masyarakat akademis sebagai bagian dari
masyarakat madani, kaitan masyarakat madani dengan prinsip subsidiaritas dengan
cara mengurangi peran negara dan memberikannya kepada organisasi masyarakat
secara bertanggung jawab, kaitan etika
pluralisme dan konstitusi masyarakat madani yang memungkinkan masyarakat yang
heterogin membangun kehidupan bersama yang damai; tentang paradoksal penguatan
birokrasi dalam gerakan menuju masyarakat madani, konsepsi pembangunan masyarakat madani yang
profetis yang secara historis tercermin dalam masyarakat Madinah pada masa
Rasullullah, perlunya pemerintahan profesional dalam membangun kultur
pemerintahan yang demokratis.
Wacana tersebut
menunjukkan bahwa komitmen terhadap upaya peningkatan kualitas kehidupan
demokrasi dalam konteks multikulturalisme di Indonesia sedang mengalami tahap
yang memuncak. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada masa yang akan
datang instrumentasi dan praksis berkehidupan demokrasi di Indonesia akan
mengalami penyempurnaan yang terus menerus sejalan dengan dengan dinamika
partisipasi seluruh warganegara sesuai dengan kedudukan dan perannya dalam
masyarakat.
B. Multikulturalisme Prespektif Dasar
– Dasar Kewarganegaraan
Dasar-dasar
kewarganegaraan hakekat dari kelima sila dalam pancasila yaitu
keTuhanan, Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar
tersebut merupakan sila-sila yang sifarnya universal sehingga dalam nilai-nilai
dasar tersebut terkandung cita-cita dan tujuan serta nilai.
Nilai Ketuhanan, yang dimaksud
adalah nilai taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pemahaman pendidikan
agama. Pendidikan agama telah ditetapkan sebagai satuan kurikulum atau materi
pelajaran yang harus disampaikan pada semua jenjang pendidikan. Akan tetapi
pendidikan agama tidak boleh hanya berbentuk pengajaran agama, sebatas
pengalihan pengetahuan tentang agama.
C. Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa
Indonesia
Saat ini kita merasakan bahwa
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat
sudah tidak terlihat lagi. Terlebih lagi di kalangan generasi muda saat ini
yang tidak lagi akrab dengan istilah Pancasila. Pada masa Orde Baru, Pancasila
dijadikan mata pelajaran yaitu Pendidikan Moral Pancasila. Di luar dunia pendidikan
pun ada penataran P4 “ Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” yang
dilaksanakan Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila.
Pada era Orba, Pancasila selalu
menjadi buah bibir, hingga muncul istilah tiada hari tanpa Pancasila dalam era
itu. Namun, saat ini Pancasila meredup seiring masuknya kita ke era reformasi.
Pancasila beserta berbagai perangkat sosialisasinya dipinggirkan karena dinilai
telah dijadikan sebagai alat propaganda politik atau bahkan dituding telah
diselewengkan menjadi alat legitimasi kekuasaan Orba.
Memang, kita tidak perlu
menyakralkan kata Pancasila, tetapi bukan berarti pula kita ingin
menghilangkannya. Pada masa Orba, penolakan terhadap Pancasila memang banyak
dikaitkan dengan masalah penyakralan ini sehingga dituding nilainya lebih
tinggi daripada agama. Padahal, upaya menyosialisasikan Pancasila pada masa
Orba tidak lebih dalam rangka bagaimana istilah ini melekat dalam hati dan
pikiran kita.
Pancasila adalah kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak ternilai harganya, karena Pancasila merupakan rangkuman
dari nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa yang mencakup
seluruh kebutuhan dan hak-hak dasar manusia secara universal. Karena itu,
bangsa Indonesia sudah seharusnya mengembangkan dan mengamalkan nilai-nilai
tersebut sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan
cita-cita bangsa.
Jika Pancasila tidak segera kembali
menjadi roh bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideologi alternatif
yang akan djadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi gerakan-gerakan
radikal. Karena itu, bagi bangsa Indonesia tidak ada pilihan lain selain
mengembangkan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan
sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
D. Dampak Pancasila Terhadap Dunia
Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan multikultural berdasarkan Pancasila adalah strategi pendidikan
yang diaplikasikan pada semua jenis pelajaran termasuk Pancasila dengan
megunakan perbedaaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis,
agama, gender, bahasa, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur, dalam proses
belajar mengajar menjadi efektif dan mudah serta bertjuan untuk melatih dan
membangun karakter siswa agar dapat bersikap demokratis, higinis dan pluralis
dalam lingkungan mereka.
Pendidikan multikultural berdasarkan Pancsila itu penting
bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia karena dengan adanya pendidikan
kultural di Indonesia, masyarakat majemuk terbebas dari adanya kontrol dan
tekanan yang membatasi serta menghilangkan kebebasan manusia sebagai gambaran
terpuruknya Indonesia sebelum adanya pendidikan kultural adalah peristiwa
pembunuhan besar-besaran terhadap masa pengikut PKI tahun 1965, kekerasan
terhadap etnis cina di Jakarta Mei 1998. Peristiwa-peristiwa tersebut
menggambarkan sebelum dikenalkan pendidikan multikultural kekerasan,
pemberontakan, pembunuhan, pembumihanguskan menjadi hal yang biasa terjadi.
Oleh karena itu, pendidikan kultural sangat
penting bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia agar masyarakat Indonesia
senantiasa bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, dan pluralis.
SOLUSI DAN ANALISIS PEMBAHASAN
1.
Bagaimana
Kaitanya Dengan Peran Negara
Dalam
konteks politik misalnya, kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat
multikulturalisme sering kali juga memiliki kekuatan politis yang berbeda-beda
pula. Ini tentu saja bukanlah suatu kondisi yang ideal. Di dalam masyarakat
multikulturalisme yang ideal,
kelompok-kelompok sosial yang berbeda haruslah memiliki kekuatan politik yang
setara. Kesetaraan ini dapat dirasakan dalam bentuk partisipasi yang setara di
dalam kehidupan-kehidupan publik, maupun di dalam proses-proses pembuatan
keputusan yang terkait dengan kehidupan bersama.
2.
Bagaimana
Dampaknya Bagi Dunia Pendidikan
Indonesia sebagai negara majemuk
baik dalam segi agama, suku bangsa,
golongan maupun budaya lokal perlu menyusun konsep pendidikan multikulturalisme sehingga menjadi pegangan
untuk memperkuat identitas nasional, Mata pelajaran Kewarganegaraan dan Agama yang
telah diajarkan di Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi, disempurnakan dengan
memasukan pendidikan multikulturalisme, seperti budaya lokal antar daerah kedalamnya, agar generasi muda bangga
sebagai bangsa Indonesia yang selanjutnya dapat meningkatkan rasa nasionalisme.
Dengan demikian, pendidikan multikulturalisme adalah
pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa hidup
berdampingan dalam keragaman watak
kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas
atau minoritas, dan dapat bersama-sama
membangun kekuatan bangsa sehingga
diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang
kuat.
3.
Bagaimana
Dampaknya Bagi Generasi Muda Indonesia
Menumbuhkan kemampuan untuk menghormati
keragaman budaya memerlukan upaya yang sistematis, terprogram, terintegrasi dan
berkesinambungan. Langkah strategisnya dapat diselenggarakan melalui berbagai
lembaga Pemerintah, baik formal, informal maupun non-formal agar supaya
generasi muda lebih meningkat.
KESIMPULAN
A. Kritik
Berdasarkan pembahasan masalah tentang jati diri Indonesia Pancasila
dan Multikularisme yang berfokus pada Pendidikan dan dapat disimpulkan
bahwa pendidikan multikulturalisme di Indonesia
haruslah menggali nilai-nilai agama, etnis, suku, dan kebudayaan peserta didik sebagai keyakinan mereka yang
mengajarkan bahwa perbedaan adalah fitrah Tuhan. Dalam segala perbedaan, rasa cinta dan kasih sayang sesama manusia
merupakan hal yang harus terus ditumbuhkan. Dengan konsep ini, pendidikan mampu
menciptakan toleransi, tindakan saling menolong, kedamaian, dan meningkatkan
kualitas kemanusiaan dengan pola pembelajaran yang memiliki visi dan
tindakan pembiasaan di semua satuan pendidikan.
B. Saran
Saran
saya adalah dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat harus mengikuti jati diri
pancasila dalam kehidupanya berbangsa dan bernegara Supaya kehidupan Bangsa dan
Negara lebih maju lagi.
Kita
sebagai Manusia Pancasila harus bisa menerapkannya dalam kehidupan kita
sehari-hari agar kita menjadi manusia yang pancasilais, berbakti kepada Negara,
Nusa, dan Bangsa, dan tentunya kita harus bisa menjadi manusia yang berjiwa
sosial dalam bermasyarakat.
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://baehaqiarif.wordpress.com/2009/02/19/63/
http://www.bisnis.com/articles/pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa
Banks, J. 1993. Multicultural
Education: Historical Development, Dimension, and Practice. Review of Research in Education.
Kuper,
Adam & Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Poespowardoyo
Soeryanto, 1991, Pancasila Sebagai
Ideologi Ditinjau Dari Segi Pandangan Hidup Bersama, Dalam “Pancasila Sebagai
Indonesia”, BP-7 Pusat, Jakarta.
Pranarka,
AWM.. 1985, Sejarah Pemikiran Tentang
Pancasila, CSIS, Jakarta.
Suhadi,
1998, Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah,
Yogyakarta
Toyibin
Aziz, M., 1997, Pendidikan Pancasila,
Rineka Cipta, Jakarta.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan,,
Jika menurut Sahabat Blogger Artikel ini bermanfaat silahkan di COPAST (Copy Paste) tanpa mencantumkan sumber..
#Kalau ingin dicantumkan, Alhamdulillah.. :) ^_^
Ilmu itu milik ALLAH, Siapapun berhak mempelajarinya.. :)
Terimakasih Telah Berkunjung.. :)