Friday, February 8, 2013

Pancasila Sebagai Jati diri Bangsa Indonesia


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Multikulturalisme di Indonesia bersumber pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa bangsa dan masyarakat Indonesia terdiri dari beragam kelompok etnis yang memiliki komitmen untuk membangun Indonesia sebagai negara bangsa. Komitmen dan pengakuan  tesebut dinyatakan dalam simbol Garuda Pancasila. Simbol ini menyatakan  kehidupan  kebangsaan itu memerlukan persyaratan yaitu adanya  tolerenasi sebagai bentuk penghargaan atas keberadaan kebudayaan  masyarakat Indonesia yang beragam ( Bhineka Tunggal Ika).

Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.

Bukti yang secara obyektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil reformasi yang telah berjalan selama ini, belum merupakan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat,
nasionalisme bangsa rapuh, sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di
masyarakat internasional .
Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut di atas maka sudah menjadi tangggung jawab kita bersama sebagai warga Negara untuk mengemangkan serta mengakaji Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan paham atau isme-isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme, Sosialisme, Komunisme.


Pengalaman menunjukkan bahwa pengaruh globalisasi memang nyaris tidak mungkin ditiadakan oleh bangsa manapun karena sesungguhnya pengaruh kebudayaan oleh bangsa lain menjadi sebuah kebutuhan demi kemajuan bangsa yaitu sendiri. Tetapi menerima begitu saja tanpa memilah dan memilih mana-mana yang mendatangkan manfaat dan mana yang merusak, mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan karakter dan  nili-nilai budaya asli bangsa, mana yang positif mana yang negatif bagi kemajuan bangsa, niscaya penerimaan kebudayaan bangsa semacam itu akan mendatangkan kerugian nasional.

Untuk menjaga rasa Persatuan dan Kesatuan Bangsa tanpa kehilangan jati diri maka pemerintah baik pusat maupun daerah  harus mengambil  peran lebih dominan, lebih bertanggung jawab dalam rangka menjaga , menyelamatkan, dan memperkokoh kebudayaan bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang mengisyaratkan  bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah  Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,   dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .

B. Rumusan masalah
Beberapa permasalahan yang konteksual terjadi dalam kedidupan berbangsa dan bernegara. Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah.





Rumusan masalah itu adalah :
            1. Bagaimana kaitanya dengan Peran Negara ?
            2. Bagaimana  dampak bagi dunia Pendidikan ?
            3. Bagaimana dampak bagi Generasi muda Indonesia ?

C. Tujuan dan manfaat penulisan makalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah pancasila.
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang pancasila.
3. Untuk mengetahui apa arti sebenarnya pancasila dan nilai-nilai penting
     pancasila itu tersebut.
4. Membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila
5. Mahasiswa dapat Menambah pengetahuan dan wawasan.
6. Mahasiswa dapat mengetahui apa arti sebenarnya pancasila dan nilai nilai
penting didalamnya .









PEMBAHASAN

A.  Multikulturalisme Prespektif dalam Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan Majapahit pada abad 14, secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu atau Although in pieces yet One. Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas keanekaragaman. Jika dikaji secara akademis, bhinneka tunggal ika tersebut dapat dipahami dalam konteks konsep generik multiculturalism atau multikulturalisme.
Indonesia dikonsepsikan dan dibangun sebagai multicultural nation-state dalam konteks negara-kebangsaan Indonesia modern. Hal itu dapat dicermati dari dinamika praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai saat ini dengan mengacu pada konstitusi yang pernah dan sedang berlaku, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, serta praksis kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang menjadi dampak langsung dan dampak pengiring dari berlakunya setiap konstitusi serta dampak perkembangan internasional pada setiap jamannya itu.
Cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yang secara substantif dan prosedural menghargai persamaan dalam perbedaan dan persatuan dalam keberagaman, secara formal konstitusional dianut oleh ketiga konstitusi tersebut. Dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat beberapa kata kunci yang mencerminkan cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi, yakni “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” (alinea 2); “…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” (alin”a 3); “…maka disusunlah Kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ….dst…kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ..”(alinea 4),. Kemudian dalam Mukadimah Konstitusi RIS, “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik-federasi, berdasarkan …dst…kerakyatan…” (alinea 3); “….Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna”. Selanjutnya dalam Mukadimah UUDS RI 1950, “…dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia …dst… yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. (alinea2); “…yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan ..dst…kerakyatan…dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna” (alinea 4). Kata rakyat yang selalu disebut dalam konstitusi tersebut pasti menunjuk pada masyarakat Indonesia yang multikultural dengan seloka bhinneka tunggal ika itu.

Pada tataran ideal semua konstitusi tersebut sungguh-sungguh menganut paham demokrasi dalam dan untuk masyarakat yang bersifat multikultural. Hal ini mengandung arti bahawa paham demokrasi konstitusional sejak awal berdirinya Negara Republik Indonesia tahun 1945 sampai saat ini merupakan landasan dan orientasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang bersifat multikultural. Untuk mewadahi multikulturalisme yang ada Secara instrumental dalam ketiga konstitusi tersebut juga telah digariskan adanya sejumlah perangkat demokrasi seperti lembaga perwakilan rakyat, pemilihan umum yang bersifat umum, langsung, bebas dan rahasia untuk mengisi lembaga perwakilan rakyat; partisipasi politik rakyat melalui partai politik; kepemimpinan nasional dengan sistem presidentil atau parlementer, perlindungan terhadap hak azasi manusia; sistem desentralisasi dalam wadah negara kesatuan (UUD45 dan UUDS 50) atau sistem negara federal (KRIS 49); pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif; orientasi pada keadilan dan kesejahteraan rakyat; dan demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun demikian, pada tataran praksis masih terjadi pertarungan antara nilai-nilai ideal, nilai instrumental, dengan konteks alam, politik , ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan agama serta kualitas psiko-sosial para penyelenggara negara. Memang harus diakui bahwa proses demokratisasi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang bersifat multikultural itu sampai saat ini masih belum mencapai tarap yang membanggakan dan membahagiakan. Misalnya, kita masih menyaksikan berkembangnya fenomena kasuistis dari etnosentrisme dan primordialisme lain yang menyertai desentralisasi dan otonomi daerah, yang diwarnai konflik horizontal antar suku, agama, ras dan golongan yang terjadi di berbagai penjuru tanah air, terutama pada saat terjadinya proses politik pemilihan umum. Sudah banyak wacana tentang model demokrasi yang cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia yang ber-“Bhinneka Tunggal Ika” dengan liku-liku pengalaman historis, serta perkembangan ekonomi, serta interaksinya dengan kecenderungan globalisasai semakin banyak dikembangkan. Diantara berbagai wacana yang menonjol adalah proses demokrasi yang dikaitkan dengan konsep masyarakat madani, yang secara substantif menghargai multikulturalisme.
Untuk mewujudkannya diperlukan penghayatan yang utuh dan pengalaman yang tulus serta dukungan prasaran sosial budaya, konsep masyarakat madani dalam konteks negara kesejahteraan melalui pergeseran peran pemerintah dari “government” manjadi “governance” masyarakat madani yang bermoral yang dicerminkan dalam kedaulatan rakyat yang menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusdia  kaitan antara peran penting dari ummat Islam dan pembangunan masyarakat madani  persoalan dilematis dalam pembangunan masyarakat madani menyangkut keterkaitan ilmu pengetahuan, moralitas, jaminan hukum dan persamaan hak,  kaitan masyarakat madani dengan nilai Jawa yang dinilai kurang mendukung karena kurang memperhatikan kekuatan ilmu pengetahuan, moralitas, tatan hukum, dan persamaan, kegalauan mengenai kemunculan masyarakat madani sebagai hal menjanjikan atau yang menyuramkan sebagai akibat dari peranan negara di masa lalu yang sangat dominan  pesimisme perwujudan masyarakat madani sebagai akibat dari kecenderungan menguatnya komunalisme dan melemahnya kepercayaan terhadap negara peran masyarakat akademis sebagai bagian dari masyarakat madani, kaitan masyarakat madani dengan prinsip subsidiaritas dengan cara mengurangi peran negara dan memberikannya kepada organisasi masyarakat secara bertanggung jawab,  kaitan etika pluralisme dan konstitusi masyarakat madani yang memungkinkan masyarakat yang heterogin membangun kehidupan bersama yang damai; tentang paradoksal penguatan birokrasi dalam gerakan menuju masyarakat madani,  konsepsi pembangunan masyarakat madani yang profetis yang secara historis tercermin dalam masyarakat Madinah pada masa Rasullullah, perlunya pemerintahan profesional dalam membangun kultur pemerintahan yang demokratis.
 Wacana tersebut menunjukkan bahwa komitmen terhadap upaya peningkatan kualitas kehidupan demokrasi dalam konteks multikulturalisme di Indonesia sedang mengalami tahap yang memuncak. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada masa yang akan datang instrumentasi dan praksis berkehidupan demokrasi di Indonesia akan mengalami penyempurnaan yang terus menerus sejalan dengan dengan dinamika partisipasi seluruh warganegara sesuai dengan kedudukan dan perannya dalam masyarakat.

B.  Multikulturalisme Prespektif Dasar – Dasar Kewarganegaraan
Dasar-dasar kewarganegaraan hakekat dari kelima sila dalam pancasila yaitu keTuhanan, Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut merupakan sila-sila yang sifarnya universal sehingga dalam nilai-nilai dasar tersebut terkandung cita-cita dan tujuan serta nilai.

Nilai Ketuhanan, yang dimaksud adalah nilai taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pemahaman pendidikan agama. Pendidikan agama telah ditetapkan sebagai satuan kurikulum atau materi pelajaran yang harus disampaikan pada semua jenjang pendidikan. Akan tetapi pendidikan agama tidak boleh hanya berbentuk pengajaran agama, sebatas pengalihan pengetahuan tentang agama.


C.  Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Saat ini kita merasakan bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan se­­hari-hari di masyarakat sudah tidak terlihat lagi. Terlebih lagi di kalangan generasi muda saat ini yang tidak lagi akrab dengan istilah Pancasila. Pada masa Orde Baru, Pancasila dijadikan mata pelajaran yaitu Pendidikan Moral Pancasila. Di luar dunia pendidikan pun ada penataran P4 “ Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” yang dilaksanakan Badan Pem­bina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Pada era Orba, Pancasila selalu menjadi buah bibir, hingga muncul istilah tiada hari tanpa Pancasila dalam era itu. Namun, saat ini Pancasila meredup seiring masuknya kita ke era reformasi. Pancasila beserta berbagai perangkat sosialisasinya dipinggirkan karena dinilai telah dijadikan sebagai alat propaganda politik atau bahkan dituding telah diselewengkan  menjadi alat legitimasi kekuasaan Orba.
Memang, kita tidak perlu menyakralkan kata Pancasila, tetapi bukan berarti pula kita ingin menghilangkannya. Pada masa Orba, penolakan terhadap Pancasila memang banyak dikaitkan dengan masalah penyakralan ini sehingga dituding nilainya lebih tinggi daripada agama. Padahal, upaya menyosialisasikan Pancasila pada masa Orba tidak lebih dalam rangka bagaimana istilah ini melekat dalam hati dan pikiran kita.
Pancasila adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya, karena Pancasila merupakan rangkuman dari  nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa yang mencakup seluruh kebutuhan dan hak-hak dasar manusia secara universal. Karena itu, bangsa Indonesia sudah seharusnya mengembangkan dan mengamalkan nilai-nilai tersebut sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
Jika Pancasila tidak segera kembali menjadi roh bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideologi alternatif yang akan djadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi gerakan-gerakan radikal. Karena itu, bagi bangsa Indonesia tidak ada pilihan lain selain  mengembangkan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.


D.  Dampak Pancasila Terhadap Dunia Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan multikultural berdasarkan Pancasila adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis pelajaran termasuk Pancasila dengan megunakan perbedaaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, gender, bahasa, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur, dalam proses belajar mengajar menjadi efektif dan mudah serta bertjuan untuk melatih dan membangun karakter siswa agar dapat bersikap demokratis, higinis dan pluralis dalam lingkungan mereka.

Pendidikan multikultural berdasarkan Pancsila itu penting bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia karena dengan adanya pendidikan kultural di Indonesia, masyarakat majemuk terbebas dari adanya kontrol dan tekanan yang membatasi serta menghilangkan kebebasan manusia sebagai gambaran terpuruknya Indonesia sebelum adanya pendidikan kultural adalah peristiwa pembunuhan besar-besaran terhadap masa pengikut PKI tahun 1965, kekerasan terhadap etnis cina di Jakarta Mei 1998. Peristiwa-peristiwa tersebut menggambarkan sebelum dikenalkan pendidikan multikultural kekerasan, pemberontakan, pembunuhan, pembumihanguskan menjadi hal yang biasa terjadi.
 Oleh karena itu, pendidikan kultural sangat penting bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia agar masyarakat Indonesia senantiasa bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, dan pluralis.

SOLUSI DAN ANALISIS PEMBAHASAN
1.    Bagaimana Kaitanya Dengan Peran Negara
Dalam konteks politik misalnya, kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat multikulturalisme sering kali juga memiliki kekuatan politis yang berbeda-beda pula. Ini tentu saja bukanlah suatu kondisi yang ideal. Di dalam masyarakat multikulturalisme  yang ideal, kelompok-kelompok sosial yang berbeda haruslah memiliki kekuatan politik yang setara. Kesetaraan ini dapat dirasakan dalam bentuk partisipasi yang setara di dalam kehidupan-kehidupan publik, maupun di dalam proses-proses pembuatan keputusan yang terkait dengan kehidupan bersama.
2.    Bagaimana Dampaknya Bagi Dunia Pendidikan
Indonesia sebagai negara majemuk  baik dalam segi agama, suku bangsa,  golongan maupun budaya lokal perlu menyusun konsep pendidikan  multikulturalisme sehingga menjadi pegangan untuk memperkuat identitas nasional, Mata pelajaran Kewarganegaraan dan Agama yang telah diajarkan  di Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, disempurnakan dengan  memasukan pendidikan multikulturalisme, seperti budaya lokal antar  daerah kedalamnya, agar generasi muda bangga sebagai bangsa Indonesia yang selanjutnya dapat meningkatkan rasa nasionalisme. Dengan  demikian,  pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon warga  negara, agar memiliki  persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa hidup berdampingan dalam  keragaman watak kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap  warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau minoritas, dan  dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa sehingga  diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang kuat. 



3.    Bagaimana Dampaknya Bagi Generasi Muda Indonesia
Menumbuhkan kemampuan untuk menghormati keragaman budaya memerlukan upaya yang sistematis, terprogram, terintegrasi dan berkesinambungan. Langkah strategisnya dapat diselenggarakan melalui berbagai lembaga Pemerintah, baik formal, informal maupun non-formal agar supaya generasi muda lebih meningkat.















KESIMPULAN
A.  Kritik
Berdasarkan pembahasan masalah tentang jati diri Indonesia Pancasila dan Multikularisme  yang berfokus pada Pendidikan dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan multikulturalisme di Indonesia haruslah  menggali nilai-nilai agama, etnis, suku, dan kebudayaan peserta didik sebagai keyakinan mereka yang mengajarkan bahwa perbedaan adalah fitrah Tuhan. Dalam segala perbedaan,  rasa cinta dan kasih sayang sesama manusia merupakan hal yang harus terus ditumbuhkan. Dengan konsep ini, pendidikan mampu menciptakan toleransi, tindakan saling menolong, kedamaian, dan meningkatkan kualitas kemanusiaan dengan pola pembelajaran yang memiliki visi dan tindakan pembiasaan di semua satuan pendidikan.
B.  Saran
Saran saya adalah dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat harus mengikuti jati diri pancasila dalam kehidupanya berbangsa dan bernegara Supaya kehidupan Bangsa dan Negara lebih maju lagi.
Kita sebagai Manusia Pancasila harus bisa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari agar kita menjadi manusia yang pancasilais, berbakti kepada Negara, Nusa, dan Bangsa, dan tentunya kita harus bisa menjadi manusia yang berjiwa sosial dalam bermasyarakat.





PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.














DAFTAR PUSTAKA
s
http://baehaqiarif.wordpress.com/2009/02/19/63/
http://www.bisnis.com/articles/pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa
Banks, J. 1993.  Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice. Review of Research in Education.
Kuper, Adam & Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Poespowardoyo Soeryanto, 1991, Pancasila Sebagai Ideologi Ditinjau Dari Segi Pandangan Hidup Bersama, Dalam “Pancasila Sebagai Indonesia”, BP-7 Pusat, Jakarta.
Pranarka, AWM.. 1985, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
Suhadi, 1998, Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah, Yogyakarta
Toyibin Aziz, M., 1997, Pendidikan Pancasila, Rineka Cipta, Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan,,
Jika menurut Sahabat Blogger Artikel ini bermanfaat silahkan di COPAST (Copy Paste) tanpa mencantumkan sumber..
#Kalau ingin dicantumkan, Alhamdulillah.. :) ^_^

Ilmu itu milik ALLAH, Siapapun berhak mempelajarinya.. :)

Terimakasih Telah Berkunjung.. :)